Jelajah
IMG-LOGO

Jathilan Wahyu Turangga Seta

Create By 17 August 2017 147 Views

Kelompok kesenian jathilan di Dusun Sobleman bernama Wahyu Turangga Seta. Wahyu berarti titising jawata, atau anugrah. Turangga seta berarti  kuda putih. Secara keseluruhan Wahyu Turangga Seta dapat dimaknai sebagai titising jawata numpak kuda putih. Kesenian jathilan ini sudah ada sejak tahun 2000 di Sobleman dan kemudian diresmikan tahun 2005. Terbentuknya kelompok kesenian jathilan diawali oleh kebutuhan akan kegiatan-kegiatan yang positif dan bermanfaat di dusun.

Kesenian jathilan di Dusun Sobleman merupakan kesenian jathilan yang melibatkan tari-tarian. Ada semacam penokohan dalam tarian, yang bisa dilihat dari perbedaan kostum. Ada yang merupakan panglima dan ada pula yang berupa sejenis hewan-hewan, sehingga ketika dipadukan maka akan menjadi simbolisasi sebuah kerukunan.

Satu grup memiliki 28 penari pria dan 16 penari wanita. Anggota kesenian jathilan tersebut adalah pemuda-pemudi Dusun Sobleman. Penyanyi jathilan ini adalah pemuda asal Sobleman. Formasi tarian biasa dilakukan sebagai berikut: 28 penari pria tampil, disusul 16 penari putri, kemudian disusul 16 penari pria lagi. Kostum yang dikenakan adalah seragam untuk satu kelompok.

Latihan tidak diadakan secara rutin, melainkan saat akan tampil. Meskipun demikian, wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa para anggota-anggota jathilan yang saat itu ada—sekitar 5 orang, termasuk kepala keseniannya yaitu Pak Tritumin—telah, kurang lebih, menghapal dan menginternalisasi gerakan mereka sehingga latihan rutin tidak dilakukan.

Kekhasan jathilan yaitu kondisi trance para penari pun terjadi di sini. Konon trance akan terjadi saat sesajen yang diberikan di jathilan ternyata kurang. Saat sesajen kurang, akan ada arwah yang merasuki pemain guna memberitahu apa perlengkapan sesajen yang kurang. Ketika kekurangan itu telah dipenuhi, trance akan berhenti. Tidak ada ritual khusus seperti puasa yang harus dilakukan sebelum menari jathilan; seorang anggota menambahi dengan bercanda bahwa, justru, diharapkan para pemain makan dulu sebelum menari.

Jathilan dari Sobleman ini merupakan jathilan gaya klasik, dalam artian pengiringnya adalah dari gamelan klasik. Ini berbeda dari jathilan di, sebagai contoh, Dusun Kenayan, di mana dangdut dibaurkan menjadi salah satu elemennya. Gamelan yang dipakai adalah gamelan lengkap, dengan pemusik sebanyak 18 orang.

Jathilan dari Sobleman ini sering tampil di bulan Rajab, saat Merti Dusun. Mereka sering tampil di daerah Banyuroto. Saat tampil, biasanya durasinya dari jam 2 siang hingga 6 sore, kemudian istirahat, dan dilanjutkan dari jam 9 hingga 12 malam.

Penerimaan masyarakat terhadap jathilan ini bagus. Harapan ke depannya adalah semkin sering diundang/ditanggap, kemudian bisa melakukan renovasi-renovasi, dan mulai ada regenerasi supaya tidak mati.

 

 

English ver.

Wahyu Turangga Seta is the name of the art community of jathilan in Dusun Sobleman. Wahyu means titising jawata, or anugrah. Turangga seta means white horse. All in all, wahyu turangga seta means titising jawata numpak kuda putih. This art form has been around sinc 2000 in Sobleman and then it became official in 2005. Jathilan in Sobleman was inititated by the need for positive activities in dusun.

The art of jathilan in Dusun Sobleman is the art of jathilan which includes dances. There are characterizations on the dance, which can be seen via the different costumes. As seen from the costumes, there are the soldiers and there are also the animals, and when they are combined there will be found a symbolization of a harmony.

In the group there are 28 male dancers and 16 female dancers. Those dancers are the youth of Dusun Sobleman. The singer in the jathilan also comes from Sobleman. The formation of the dance could be done as follow: 28 male dancers performing, followed by 16 female dancers, and then followed by 16 male dancers again. In the group, they wear the same costumes.

Practices are not conducted regularly, but only at the times when they are about to perform. However, as it is head from the interview, the present members of the jathilan group seem to have memorized and internalized the dance moves so that regular practices are not that urgent.

One unique thing about jathilan, which is the trance state of its dancers, also happens in jathilan from Sobleman. It is said that the trance state will happen when sesajen in jathilan is not sufficient or does not match the requirements. When that happens, there will be spirit which infiltrates the dancers to tell what is missing from the sesajen. If the missing requirements have been completed, the trance state will stop. There is no special rite to be done such as fasting before performing jathilan; one of the members of Turangga Seta instead said jokingly that the members should eat before performing.

Jathilan from Sobleman is classic jathilan, in which the used music is classic gamelan. This is different from, take for example, Dusun Kenayan, in which dangdut is used as one of its elements. The classic gamelan which is used is the complete one, which has musicians of 18 people.

Jathilan from Sobleman often performs in month of Rajab, in Merti Dusun. They often perform in Banyuroto area. Jathilan usually performs from 2 PM until 6 PM, then followed by a rest, and then followed again from 9 PM until 12 PM.

People receive jathilan well. There is hope that there will be more people who invite jathilan, so that renovations could be made, and there begins regenration so it will not die.

IMG
IMG
IMG