Menurut Pak Sunarbadi, ketua kelompok kesenian karawitan di dusun Sobleman, karawitan adalah kesenian yang adiluhung. Karawitan mengandung makna yang sangat luhur dan bermoral, hasil buah karya pujangga-pujangga zaman dahulu. Dalam karawitan terkandung makna kehidupan yang begitu luas. Gendhing-gending mulai dari Mijil hingga Pocung, contohnya, memiliki syair yang mengandung pelajaran yang sangat bernilai, antara lain yaitu supaya manusia senantiasa mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Terkandung harapan dalam karawitan sebagai suatu sarana dakwah, sebagai sarana pendekatan, dan sebagai sarana pemersatu.
Dalam karawitan, alat musik harus dimainkan secara kompak atau secara filosofis semua orang memiliki posisi yang sama dalam karawitan. Tidak ada yang lebih unggul dibanding yang lainnya.
Kedalaman makna pada gendhing dapat dimengerti bila mengerti sastranya. Pemahaman frasa-frasa dapat menjelaskan bagaimana orang-orang zaman dahulu mampu mengontrol hawa nafsu mereka sehingga tidak sembarangan mengumbar angkara/kemarahan, dan salah satu cara mengontrol hawa nafsu ini adalah dengan menghayati gendhing yang berisi pesan-pesan moral.
Menurut Pak Sunarbadi, asal muasal penciptaan gendhing-gendhing ada yang dari sunan/wali yaitu untuk pemersatu umat. Pada waktu itu, karawitan dipakai untuk mengumpulkan warga, sebagai sebuah penarik bagi mereka. Sesudah mereka berkumpul, barulah dakwah dilakukan. Mengenai sejarah karawitan di Sobleman sendiri, Pak Sunarbadi hanya berketerangan bahwa kesenian ini `sudah lama`.
Ada 9 orang pemain karawitan di Dusun Sobleman. Kesemuanya adalah kepala-kepala keluarga. Sinden atau penyanyi wanitanya ada seorang.
Karawitan dari Dusun Sobleman bisa tampil secara mendadak, bisa pula untuk mengisi hajatan, dan bisa pula dalam acara yang berkaitan dengan dusun seperti merti dusun. Durasi setiap tampil biasanya setelah waktu salat Isya hingga jam 11 malam.
Latihan karawitan di Dusun Sobleman menyesuaikan kebutuhan; tidak ada latihan rutin. Karawitan dibagi menjadi tiga, yaitu klasik murni yang menggunakan karya-karya pujangga, campursari, dan campursari semi. Gamelan yang digunakan adalah gamelan klasik yang lengkap. Semua gendhing, karena diciptakan oleh pujangga, selalu bermuatan positif.
Harapan ke depannya adalah dapat ada regenerasi, guna melestarikan karawitan. Sebagai sebuah kesenian yang menyisakan sedikit sekali celah kemungkinan untuk berbuat maksiat, sangat disayangkan apabila tidak ada regenerasi dan keseniannya berakhir mati.
English ver.
According to Mr. Sunarbadi, the head of art community of karawitan in Dusun Sobleman, karawitan is a worthy art form. Karawitan is laden with noble meanings with morals; the creations of past poets. In karawitan, there is vast meaning of life. Gendhing-gendhing, for example from Mijil until Pocung, have very meaningful lyrics, with oen of them being that humans need to always be closer to God. There is hope that karawitan could be a means of spreading Islam, a means of tying people close, and a means of tying people together.
In karawitan, the musical instruments have to be played in harmony or, philosophically, all people have the same positions in karawitan. There are no people who are higher than the others.
The depth of gendhing could be understood if we understand the literature of it. Understanding the phrases could lead us to understand how people back then could control their anger, and one of the ways to do this is to really understand the meanings and morals within gendhing.
According to Mr. Sunarbadi, some of the creations of gendhing-gendhing happened back in the days when sunan/wali as a means of bonding people together. At that time, karawitan was used to gather people around; as something that attracted them. After they were together in one place, the spreading of Islam was then conducted. Meanwhile, about karawitan in Sobleman itself, Mr. Sunarbadi only said that this art form has been around for a long time.
There are 9 players of karawitan in Dusun Sobleman. All of them are the family`s heads. There is one female singer in the karawitan.
Karawitan from Dusun Sobleman could perform in such a short notice, could also perform in occasions, and could also perform in occasions related to dusun such as merti dusun. Each performance usually was conducted from after Isya prayer until 11 PM.
The practices of karawitan in Dusun Sobleman depends on the need; there are no regular practices. Karawitan here is divided into three, which is the classic one which uses the works of poets, the campursari one, and the half campursari one. Gamelan which is used is the complete classic gamelan. All gendhing, because they are created by poets, always contain positive message.
The hope for future is that there will be regeneration, so that karawitan will not flicker out. As an art form which leaves no room for wicked intentions, it is such a waste if there is no regeneration and the art dies as the effect.