Jelajah
IMG-LOGO
Kesenian

Topeng Ireng Karya Rimba dan Brondut

Create By admin 17 August 2017 594 Views
IMG

Sejak tahun 2015 di Kenayan ada topeng ireng. Nama kelompoknya adalah Karya Rimba.  Topeng ireng awal mulanya adalah kesenian dari Borobudur.  Topeng ireng ini awalnya tahun 1960-an ada topeng kawedhar. Kawedhar ini maknanya adalah ditata mempeng dalam kebaikan. Namanya menjadi topeng ireng karena yang terkenal adalah topeng kawedhar di Bojong, Muntilan, pada tahun 1980-an. Konon, nama topeng ireng itu pun awalnya bermakna Topeng Ikatan Remaja Bojong. Disebut juga dayakan, karena setiap tampil, penonton yang datang selalu sakndayak-ndayak (berduyun-duyun; banyak sekali).

Awalnya ada dua semacam aliran, yaitu kawedhar dan rimba. Perbedaan antara dua aliran itu adalah satu, keras atau tidak tariannya dan dua, beda cengkok lagunya. Di Kenayan sendiri, topeng irengnya menjadi sangat khas Kenayan, karena tidak ikut baik aliran kawedhar maupun aliran rimba. Di Kenayan, topeng ireng menjadi perpaduan antara kawedhar dan rimba.

Topeng ireng ditarikan mayoritas oleh laki-laki.

Karena topeng ireng di Kenayan dipelajari secara otodidak, lagu, tarian, dan elemennya dicampur.  Akan tetapi, tetap mempertahankan lagu wajib yang perlu ada yaitu antara lain Atur Sugeng, Ayo Prakanca, Pemuda.

Topeng ireng ini sekali tampil bisa ada 8, 9, hingga 15 orang.

Personel topeng ireng di Kenayan terdiri atas penari, pemusik, penyanyi, dan kesemuanya dari dalam Dusun Kenayan. Total semua personel yang meliputi pemusik, penari, dan lain-lain adalah 35 orang.

Topeng ireng di Kenayan adalah topeng ireng yang terbaru. Penggemarnya lumayan banyak, dikarenakan variasi setiap penampilan sehingga setiap penampilan bisa berbeda-beda dan penggemar menjadi tidak bosan.

Sudah ada kesenian kobra sejak 1986. Sedangkan brondut sendiri baru dihidupkan di Kenayan pada tahun 2016. Brondut ditarikan oleh perempuan. Setiap penampilan, minimal 12 orang dan maksimal 32 orang bermain. Pemilihan jumlah ini ada kaitannya dengan pasang-pasangan atau formasi gerakan.

Musik, variasi, dan formasi brondut yang ada di Kenayan adalah hasil kreasi. Brondut memiliki lagu yang diawali dengan Assalamualaikum, Sugeng Rawuh, Selamat Datang. Ada juga lagu-lagu kenegaraan.

Topeng ireng dan brondut adalah kesenian-kesenian Islam. Mereka memiliki filosofi yang sarat akan pesan mengingatkan kepada kebaikan.  Brondut, misalnya, menceritakan tentang Nabi Muhammad SAW. Ada pesan moral yang ingin disampaikan oleh topeng ireng maupun brondut kepada audiens, oleh karena itu, tidak ada ritual khusus sebelum menari topeng ireng.

Musik yang dipakai adalah musik kontemporer dan tradisional. Perpaduan ini meliputi alat musik gamelan yang dipadukan dengan drum dan organ.

Topeng ireng maupun brondut biasanya tampil ketika ada yang menanggap. Bisa pula tampil untuk acara ulang tahun dusun, syawalan, hajatan, dan acara kepemudaan.

Topeng ireng di Kenayan sudah pernah tampil di Muntilan, Mungkid, Borobudur, Dukun, Pakis, Sawangan, Sragen, dan Boyolali.

Harapan dari pengelola Topeng Ireng dan brondut adalah supaya kesenian topeng ireng dan brondut dapat lestari. Diharapkan pula dapat ada regenerasi dari pemain. Harapan lainnya adalah supaya kreativitas dalam berkesenian tidak mati, karena berbekal kreativitas-lah pengembangan kesenian dapat dilakukan. Terakhir, komitmen segala pihak yang terlibat dalam kesenian topeng ireng dan brondut di Dusun Kenayan juga diharapkan, guna mengembangkan dan melestarikan kesenian tersebut.

 

 

English ver.

Since 2015, there is art community of topeng ireng in Kenayan. The name of the group is Karya Rimba. Topeng ireng is an art form from Borbodur. In 1960s, the name is topeng kawedhar. The meaning behind kawedhar is ditata memepeng dalam kebaikan. The name changed into topeng ireng because the famous one is topeng kawedhar in Bojong, Muntilan, in 1980s. The name of topeng ireng itself is supposedly from Topeng Ikatan Remaja Bojong. It is also called dayakan, because each performance, the audience always come in large number or sakndayak-ndayak.

In the beginning, there are two so-called schools of the dance, which are kawedhar and rimba. The difference between these two schools are about the movements of the dance and about the songs. In Kenayan itself, topeng ireng becomes very unique of Kenayan, because it does not strictly follow kawedhar or rimba. In Dusun Kenayan, topeng ireng becomes the combination between kawedhar and rimba.

The majority of topeng iren dancers are male.

Because topeng ireng in Kenayan is self-taught, its songs, dances, and other elements are combined. However, some songs are indeed retained, such as Atur Sugeng, Ayo Prakanca, Pemuda.

In a performance, there could be 8, 9, until 15 dancers who are performing.

Personnels of topeng ireng in Kenayan are consisted of dancers, musicians, singers, and all of them come from Dusun Kenayan. The numbers of all the players including the music players, the dancers, and others are 35 people.

Topeng ireng in Kenayan can be considered new. Despite of that, it has gained quite a following because each performance brings about a variation so that the variations are different and the fans are not bored.

There had been kobra art since 1986. Brondut itself had just come alive in Kenayan in 2016. Brondut is danced by females. In each performance, the minimum number of 12 people and maximum number of 32 people are dancing. This choice of numbers is related to the formation of the dance moves.

Music, variations, and formation of brondut in Kenayan are the result of creation. Brondut has a song which begins with Assalamualaikum, Sugeng Rawuh, Selamat Datang. There are also nationalistic songs.

Topeng ireng and brondut are Islamic arts. Both of them have philosophies which are full of message of kindness. Brondut, for example, tells the story of Prophet Muhammad PBUH. Topeng ireng and brondut both deliver moral message to the audience, hence there is no particular rite before performing topeng ireng.

Both contemporary and traditional music are used in these arts. The combination also includes gamelan which is combined with drum and organ.

Both topeng ireng and brondut usually perform when they are invited. They could also perform in the occasion of dusun’s birthday, syawalan, hajatan, and youth’s clebration.

Topeng ireng in Kenayan have performed in Muntilan, Mungkid, Borobudur, Dukun, Pakis, Sawangan, Sragen, and Boyolali.

The management of topeng ireng and brondut wishes  that those two arts can last. They also hope for a regeneration.  The other hope is that creativity upon playing topeng ireng and brondut could does not flicker out, because creativity is important to the development of the art. At last, commitment from people of topeng ireng and brondut in Kenayan is also expected, for the sake of the arts.

brondut

IMG
IMG
IMG

96,8 FM Radio Gemilang